Rabu, 16 Februari 2011

SAKITMU RASA KASIH SAYANG ALLAH

Paliatif atau pendampingan terhadap orang-orang yang terkena kanker sempat menjadi rutinitasnya dulu. Bukan hal yang ringan baginya untuk menjalankan tugas ini, karena terkait profesinya sebagai seorang psikolog sehingga ia harus selalu memberikan semangat dan motivasi bagi banyak orang yang menderitanya.

Sari, nama belakang yang diberikan orang tuanya, adalah seorang psikolog wanita lulusan universitas  ternama di Surabaya. Bidang keilmuan yang ditekuninya, psikologi klinis, dari jenjang sarjana hingga master, menjadikannya harus berhubungan dengan orang-orang yang banyak mengalami kanker ganas dan mendampinginya, bahkan tak jarang orang-orang yang didampinginya itu meninggal karena ganasnya penyakit yang menyerang tubuh mereka.

Tugasnya tak sederhana, ia harus memberi semangat, motivasi dan dorongan hidup kepada para kliennya agar selalu optimis dalam menjalani pahitnya takdir yang dialami klien-kliennya tersebut, para penderita kanker.

Selain itu harapannya juga sungguh mulia, ingin menjadi penebar ilmu di bidang yang dikuasainya, psikologi klinis. Harapan itu pun terkabul dengan diterimanya ia sebagai tenaga pengajar (dosen) di sebuah universitas terkemuka di Jawa Tengah.

Seiring dengan kewajibannya sebagai seorang dosen, bertambah pula harapannya untuk bisa melanjutkan jenjang pendidikannya hingga ke tingkat doktoral (S3), terutama dari universitas ternama di luar negeri. Banyak tawaran beasiswa dari berbagai negara yang datang padanya, namun hanya satu negara yang memikat hatinya, yaitu Jepang, tentu masih di bidang yang sama, psikologi klinis.

Perjalanan hidupnya kemudian tak semulus yang ia kira. Ada batu karang menghampar yang siap menghalangi langkahnya. Sebuah Batu karang nan terjal yang Allah kirimkan padanya sebagai cobaan hidup yang harus ia jalani.


Panas dan pusing adalah gejala awal yang ia rasakan dari hamparan batu karang tersebut. Dianggapnya panas dan pusing yang ia rasakan adalah flu, sebuah penyakit ringan yang sering dialami oleh orang kebanyakan. Tapi semakin berlalunya waktu, rasa sakit yang ia rasakan juga semakin meningkat, bahkan hingga menjalar ke bahu dan mata kanannya. Tak pelak menjalarnya sakit hingga ke mata kanannya ini membuatnya benar-benar tersiksa.

Karena tak kuat lagi menahan sakit yang berketerusan, iapun memeriksakan diri ke dokter spesialis mata ternama hasil rekomendasi kerabatnya. Dokter mata itu memeriksa dan memberinya obat medrol yang harus ia konsumsi secara rutin, karena dokter menganggap bahwa sakit yang Sari rasakan adalah penyakit mata biasa dan akan sembuh jika Sari rutin mengonsumsi obat medrol pemberiannya tersebut.

Diturutinya apa kata sang dokter mata hingga beberapa minggu lamanya sambil ia tetap memeriksakan diri ke dokter tersebut. Tapi bukannya sembuh yang ia dapatkan, justru bengkak dan gemuk di tubuhnya yang harus ia terima lantaran efek dari obat yang harus ia konsumsi.

Karena belum ada perubahan signifikan setelah sekian lamanya berobat, lalu ia mencoba beralih ke dokter lain, berharap ada hasil lebih baik yang bisa ia dapatkan. Usahanya tak sia-sia, dari hasil CT Scan yang dilakukan dokter, ternyata diketahui bahwa sakit di mata yang diawali oleh rasa panas dan pusing tersebut adalah karena adanya tumor di dekat selaput otak yang menjalar hingga menyerang saraf mata kanannya. Masya Allah, betapa terkejutnya ia atas hasil temuan dokter itu. Dan salah satu jalan yang harus ia tempuh adalah operasi bedah saraf yang akan membedah otak dan isi kepalanya, operasi dengan resiko besar dan yang membutuhkan biaya besar pula tentunya. Sebuah cobaan berat yang membuatnya benar-benar terpukul.

Kalau dulu dihadapannya adalah orang lain yang menderita penyakit mematikan, kanker ganas, namun kini justru yang menderita penyakit adalah dirinya sendiri, dengan ancaman kematian di depan mata bila salah dalam penanganan atas penyakitnya. Kalau dulu orang lain yang mengharap semangat dan motivasi hidup darinya, tapi kini justru ia yang mengharap semangat dan motivasi hidup dari orang lain untuknya.

Kini operasi bedah saraf bagian kepalapun harus ia jalani, didampingi ayah ibunya yang setia berada disampingnya selalu.
Tak lama setelah operasi dilakukan, secercah rasa dingin laksana es terasa menyelimuti sekujur tubuhnya. Rasa sakit yang mendalam disertai kondisi tubuh yang lemah tak berdaya menjadi momok yang menyiksanya. Ingin rasanya ia bisa membuka mata tapi kondisi membuatnya benar-benar tak kuasa untuk melakukannya, seolah telah habis semua energi yang ia miliki. Sayup-sayup didengarnya suara gemerisik orang berbicara padanya,

“Ayo Sari bangun, bangun,..”

“Apa perlu di CT Scan ulang, khawatir ada pendarahan pasca operasi”, kata dokter yang mengoperasi Sari.

“Pak tolong segera carikan darah untuk Sari, sekarang juga! Karena darah dalam tubuhnya telah menipis akibat pendarahan hebat saat operasi,  jika tidak, nyawanya tidak akan tertolong”, lanjut dokter lagi kepada ayah Sari yang tiba-tiba membuatnya shock dan terpukul.

Bergegaslah ayah Sari untuk mencari stok darah di tempat-tempat yang menyediakan kantong darah di luar sana sambil menahan kalap dan bingung yang memukul seluruh pikirannya. Apapun akan ayah Sari lakukan demi keselamatan hidup buah hatinya itu.

Alhamdulillaah, akhirnya kantong darah yang diperlukan bisa ayah Sari dapatkan walau dengan susah payah mencarinya.

*****

“Kamu hebat nak, kamu hebat”, lirih terdengar suara ibunya menahan tangis sambil mengacungkan jempol kepadanya sesaat setelah Sari membuka kelopak matanya.

Oh, rupanya Sari telah mengalami koma beberapa waktu lamanya pasca operasi, dan ketika sadar, ia terkejut karena melihat sejumlah selang dan peralatan medis lainnya menempel di tubuhnya, suatu hal yang tak pernah ia alami semasa hidupnya dulu. Dan rasa dingin, sakit serta tubuh yang melemah adalah segenap rasa yang ia alami saat koma itu terjadi, yang diiringi sayup-sayup suara yang masih sanggup ia dengar walaupun untuk menyahutnya tak bisa ia lakukan, apalagi disertai kondisi tubuhnya yang lemah yang sama sekali tak bisa ia gerakkan.

Beberapa hari pasca operasi, Ia sempat dilatih untuk bisa berdiri dan berjalan, tapi sayang kedua kakinya masih belum mampu menopang tubuhnya, sehingga tak ayal ia sempat terjatuh di kamar mandi beberapa kali. Dokter pun mengambil tindakan untuk memfisioterapi dirinya karena ada dugaan mungkin saraf motoriknya di otak terkena saat operasi dilakukan.

Tiga minggu berlalu pasca operasi, akhirnya Sari diizinkan pulang ke rumah dan obat medrol yang sempat diberikan dokter mata yang memeriksa matanya dulu harus diberhentikan. Rupanya obat ini sungguh tak bersahabat bahkan sangat jahat dan teramat jahat untuk ia rasakan.

Kalau dulu obat ini membuat tubuhnya bengkak dan semakin gemuk hingga menyiksanya, namun kini justru membuat tubuhnya harus demam meninggi hingga 40 derajat celcius serta membuat tubuhnya kembali lemas tak berdaya.
Lagi-lagi derita itu harus ia rasakan. dari rumahnya ia segera dibawa ke rumah sakit kembali dan harus mengalami koma untuk yang kedua kalinya. Sebuah siksaan yang sangat pedih untuk ia terima.

Dalam koma yang ia rasakan, ia mengalami mimpi buruk. Ia didatangi oleh dua orang yang tak jelas siapa dan tak jelas pula jenis kelaminnya, entah laki-laki atau perempuan, berada mendekat di sisinya disertai beberapa orang lain yang sedang sibuk menyiapkan sebuah peti mati dan mengemas sejumlah pakaian miliknya. Lalu dengan suara tegas ia mendengar,

“Ayo, sudah tiba saatnya kamu untuk pulang (baca - meninggal)”, kata salah seorang yang mendatanginya itu.

“Aku akan pulang tapi nanti dengan ibuku”, jawab Sari menimpali perkataan orang tersebut.

Setelah Sari memberi jawaban itu, tak lama tiba-tiba orang-orang itu pergi. Dan perlahan kelopak mata Sari mulai terbuka. Dilihatnya ibu yang dicintainya menangis tak kuasa menahan haru yang menyelimuti batinnya, setelah penantian panjangnya untuk menunggu sadarnya sang anak yang sangat dicintainya tersebut.

Kekejaman obat medrol yang ia rasakan ternyata tak berhenti sampai di situ. Gula darahnya naik drastis hingga 253, hemoglobin menjadi 7, dan membuat kakinya tak bisa berjalan disertai gejala rusaknya ginjal dalam tubuhnya. Tak ayal rasa putus asa dan berharap maut segera menjemput untuk mengakhiri semua deritanya selalu hinggap dalam benaknya.

Sambil memohon ampun pada Sang Penguasa Alam, kemudian,

“Ya Allah, jangan beri aku cobaan berat lagi, aku sudah tak kuat, benar-benar tak kuat, sembuhkan aku ya Allah, sembuhkan”, doanya lirih dalam tangis menahan pedih akibat derita yang ia rasakan.

*****

Seiring berjalannya waktu, kondisinya pun berangsur membaik dan ia diizinkan pulang kembali oleh tim dokter untuk menjalani perawatan di rumah. Entah sudah berapa banyak biaya yang harus ia keluarkan untuk pengobatannya itu. Bagi orang tuanya, biaya tak jadi soal, berapapun akan diusahakan semaksimal mungkin asalkan anaknya bisa sembuh dari penyakit yang sangat menyiksanya.

Di tengah kondisinya yang mulai membaik dan bisa beraktivitas kembali walaupun tak sebugar dulu, tentu masih dengan mata kanan yang tertutup menahan sakit, ia sempatkan bercerita kepada seorang sahabatnya semasa SMA tentang kisahnya yang pilu ini. Sahabatnya pun tak kuasa menahan haru.

Bermaksud ingin memberi semangat dan motivasi untuknya, sahabatnya berujar,


Sesungguhnya masalah dan penyakit yang manusia alami, terjadi atas izin dan kehendak Allah. Tak ada satu helai daun pun yang terjatuh ke dunia ini kecuali pasti telah dicatat oleh Allah sebelumnya dalam Lauhul Mahfudz. Termasuk juga dengan penyakit yang kamu derita,  juga sama, pasti sudah Allah catat dan rencanakan sebelumnya.

Ketahuilah, tidaklah penyakit yang Allah berikan ini pasti sudah sesuai dengan kadar kemampuan kamu. Dan tidaklah pula suatu penyakit yang Allah turunkan ke muka bumi ini kecuali pasti Allah turunkan juga penawarnya. Karena itu sudah merupakan janji Allah.

Perbanyaklah istighfar karena bisa jadi penyakit yang kamu rasakan sekarang adalah karena dosa dan kesalahan masa lalumu baik yang sengaja maupun tak disengaja, entah ke orang tua, saudara, teman, sahabat, atau siapapun juga. Mintalah maaf ke mereka agar semua kesalahan kamu dimaafkan oleh mereka.  

Sesungguhnya sangatlah mudah bagi Allah untuk menyembuhkan kamu. Hanya dengan berucap “Kun Fayakun” maka sekejap penyakitmu bisa sembuh. Tapi Allah punya rencana lain yang lebih baik untuk kamu. Mungkin Allah ingin kamu seperti ini agar kamu semakin dekat padaNya, dan selalu meminta serta meronta hanya kepadaNya.

Allah sayang sama kamu. Jika kamu semakin dekat pada Allah karena sakit yang kamu rasakan sekarang, maka sesungguhnya itu bukanlah penyakit, bukan pula masalah, tapi itu adalah rahmat dan kasih sayang Allah untukmu melalui sakit yang diberikannya padamu. Bersyukurlah karena dengan sakit ini kamu bisa semakin dekat padaNya dan dengan sakit ini pula dosa-dosamu jadi dihapuskan oleh Allah. Tetaplah ikhlas dan sabar dalam menghadapi semua ini, karena sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar lagi tawakkal.

Sari, mungkin Allah rindu tangismu di sepertiga malam terakhir sehingga Dia hadirkan penyakit ini agar kamu menangis padaNya di sepertiga malam. Menangislah dalam tahajjudmu, agar Allah mendengar semua deritamu.

Tenangkan pula hatimu, jadikan Al-Qur’an dan sedekah sebagai penawar sakitmu. Karena sudah janji Allah bahwasanya Al-Qur’an adalah penawar dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman,

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an sebagai penyembuh dan rahmat bagi orang-orang  yang beriman...” (QS. Al-israa’ 82).

dan seperti kata Rasul, “Obatilah orang yang sakit diantara kalian dengan sedekah.”

serta ikuti pula anjurannya dengan meminum habbtussaudah atau jintan hitam, karena sesungguhnya habbatus saudah adalah obat segala macam penyakit, kecuali kematian. Sungguh Rasul tak akan salah dalam memilih obat dan penawar untuk umatnya.

Boleh kamu bilang pada Allah, “ya Allah, aku punya penyakit hebat yang membuatku tersiksa”, tapi lebih boleh lagi kalau kamu bilang, “Hai penyakit, sesungguhnya aku punya Allah yang Maha Hebat yang tidak akan membuatku tersiksa.”

Jadi tetaplah optimis, selalu berbaik sangka pada Allah dan jangan berputus asa, karena sesungguhnya sakit yang kamu hadapi pasti ada obatnya. Yakin akan ada hikmah di balik semua sakit yang menimpa kamu, karena sesungguhnya ada hikmah dibalik setiap kejadian sebagaimana ada kemudahan dibalik setiap kesulitan. Percayalah harapan itu masih ada dan akan selalu ada.”


Mendengar sahabatnya berujar, Sari tak kuasa menahan haru sebagaimana sahabatnya yang tak kuasa pula menahan haru akan kisah derita yang ia ceritakan padanya itu.

Tak ada kata menyerah yang Sari lakukan, bahkan optimisme untuk mencari penawar dan kesembuhan akan terus ia lakukan demi hidup dan masa depannya.

Termasuk mencari kesembuhan dan pengobatan ke Jepang atas saran salah seorang dokter yang sempat memeriksanya. Dokter yang juga lulusan sebuah universitas di Jepang, sehingga tahu tentang kualitas peralatan di sana dan metode pengobatannya.

Atas saran tersebut Sari bertekad berangkat ke Jepang. Ya, ke Jepang, bukan untuk mereguk manisnya beasiswa jenjang doktoral bidang psikologi klinis yang diharapkannya dulu, tapi untuk mereguk getirnya perjuangan yang harus ia jalani demi kesembuhan atas penyakit yang dideritanya.

Selamat berjuang Sari, semoga kamu berhasil meraih kesembuhan itu. Usap air matamu, tepiskan dukamu, percayalah pada Allah bahwa harapan itu masih ada dan akan selalu ada.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar