Kamis, 17 Februari 2011

BERSYUKUR DAN KEBAHAGIAAN

Alkisah, ada seorang pedagang kaya yang merasa dirinya tidak bahagia.
Dari pagi-pagi buta, dia telah bangun dan mulai bekerja.
Siang hari bertemu dengan orang-orang untuk membeli atau menjual barang. Hingga malam hari, dia masih sibuk dengan buku catatan dan mesin hitungnya. Menjelang tidur, dia masih memikirkan rencana kerja untuk keesokan harinya. Begitu hari-hari berlalu.




Suatu pagi sehabis mandi, saat berkaca, tiba-tiba dia kaget saat menyadari rambutnya mulai menipis dan berwarna abu-abu. "Akh. Aku sudah menua. Setiap hari aku bekerja, telah menghasilkan kekayaan begitu besar! Tetapi kenapa aku tidak bahagia? Ke mana saja aku selama ini?"

Setelah menimbang, si pedagang memutuskan untuk pergi meninggalkan semua kesibukannya dan melihat kehidupan di luar sana. Dia berpakaian layaknya rakyat biasa dan membaur ke tempat keramaian.
"Duh, hidup begitu susah, begitu tidak adil! Kita telah bekerja dari pagi hingga sore, tetapi tetap saja miskin dan kurang," terdengar sebagian penduduk berkeluh kesah.
Di tempat lain, dia mendengar seorang saudagar kaya; walaupun harta berkecukupan, tetapi tampak sedang sibuk berkata-kata kotor dan memaki dengan garang. Tampaknya dia juga tidak bahagia.

Si pedagang meneruskan perjalanannya hingga tiba di tepi sebuah hutan. Saat dia berniat untuk beristirahat sejenak di situ, tiba-tiba telinganya menangkap gerak langkah seseorang dan teriakan lantang, "Huah!


Tuhan, terima kasih. Hari ini aku telah mampu menyelesaikan tugasku dengan baik.
Hari ini aku telah pula makan dengan kenyang dan nikmat.
Terima kasih Tuhan, Engkau telah menyertaiku dalam setiap langkahku.
Dan sekarang, saatnya hambamu hendak beristirahat."

Setelah tertegun beberapa saat dan menyimak suara lantang itu, si pedagang bergegas mendatangi asal suara tadi.

Terlihat seorang pemuda berbaju lusuh telentang di rerumputan. Matanya terpejam. Wajahnya begitu bersahaja.
Mendengar suara di sekitarnya, dia terbangun. Dengan tersenyum dia menyapa ramah, "Hai, Pak Tua. Silahkan beristirahat di sini."
"Terima kasih, Anak Muda. Boleh bapak bertanya?" tanya si pedagang.
"Silakan."
"Apakah kerjamu setiap hari seperti ini?"
"Tidak, Pak Tua.


Menurutku, tak peduli apapun pekerjaan itu, asalkan setiap hari aku bisa bekerja dengan sebaik2nya dan pastinya aku tidak harus mengerjakan hal sama setiap hari.

Aku senang, orang yang kubantu senang, orang yang membantuku juga senang, pasti Tuhan juga senang di atas sana. Ya kan?

Dan akhirnya, aku perlu bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas semua pemberiannya


Kenyataan di kehidupan ini, kekayaan, ketenaran, dan kekuasaan sebesar apapun tidak menjamin rasa bahagia.

Bisa kita baca kisah hidup seorang maha bintang Michael Jackson yang meninggal belum lama ini, yang berhutang di antara kelimpahan kekayaannya. Dia hidup menyendiri dan kesepian di tengah keramaian penggemarnya; tidak bahagia di tengah hiruk pikuk bumi yang diperjuangkannya.


jangan menjadi budaknya materi.

Mampu bersyukur merupakan kebutuhan manusia.

Mari kita berusaha memberikan yang terbaik bagi diri kita sendiri, lingkungan kita, dan bagi manusia-manusia lainnya.

Sehingga, kita senantiasa bisa menikmati hidup ini penuh dengan sukacita, syukur, dan bahagia

kebahagiaan, seringkali memang tak membutuhkan apapun, kecuali perasaan itu sendiri.
Rasa itu hadir, dalam bentuk-bentuk yang sederhana, dan dalam wujud-wujud yang bersahaja.


Seringkali memang, kebahagiaan tak di temukan dalam gemerlap harta dan permata.

Seringkali memang, kebahagiaan, tak hadir dalam indahnya istana-istana megah.

Dan ya, kebahagiaan, seringkali memang tak selalu ada pada besarnya penghasilan kita, mewahnya rumah kita, gemerlap lampu kristal yang kita miliki, dan indahnya jalinan sutra yang kita sandang.






Seringkali malah, kebahagiaan hadir pada kesederhanaan, pada kebersahajaan.
Seringkali rasa itu muncul pada rumah-rumah kecil yang orang-orang di dalamnya mau mensyukuri keberadaan rumah itu.

Seringkali, kebahagiaan itu hadir, pada jalin-jemalin syukur yang tak henti terpanjatkan pada Ilahi.

Sebab, teman, kebahagiaan itu memang adanya di hati, di dalam kalbu ini.

Kebahagiaan, tak berada jauh dari kita, asalkan kita mau menjumpainya.
Ya, asalkan kita mau mensyukuri apa yang kita punyai, dan apa yang kita miliki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar